K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
keselamatan kerja adalah keadaan saat seseorang merasa aman dan sehat dalam melaksanakan tugasnya
Dasar hukum yang mengatur keselamatan dan kesehatan kerja,
meliputi:
1) Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja;
2) Undang-undang No. 25 Tahun 1997 dan UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;
3) Keputusan Presiden No. 22 Tahun 1993 tentang penyakit yang timbul akibat hubungan kerja;
4) Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
1. Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Dalam ruang lingkup yang diatur oleh undang-undang No. 1 Tahun 1970 menyebutkan keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, maupun di udara yang berada di dalam wilayah kekhususan hukum Republik Indonesia.
Mondy dan Noe (2005), keselamatan kerja meliputi perlindungan karyawan dari kecelakaan di tempat kerja, sedangkan kesehatan merujuk kepada terbebasnya karyawan dari penyakit secara fisik dan mental.
Dari pemahaman di atas maka yang dimaksud dengan keselamatan kerja adalah keadaan saat seseorang merasa aman dan sehat dalam melaksanakan tugasnya. Aman dalam hal ini diartikan sebagai terhindar dari kecelakaan kerja dan faktor penyakit yang muncul akibat proses kerja.
Kesehatan kerja menurut Flippo (1984) terdiri dari dua jenis yakni physical health dan mental health. Physical health dapat berupa pemeriksaan sebelum bekerja, saat bekerja, dan setelah bekerja.
Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan jasmani sebelum penempatan atau bekerja. Saat bekerja program ini dapat berupa jaminan kesehatan karyawan, fasilitas klinik, dan tenaga medis dalam rangka tindakan preventif.
Setelah bekerja dalam program ini dapat berupa pemeriksaan berkala atau fasilitas kesehatan yang diterima. Mental health dalam program kesehatan kerja dapat berupa
ketersediaan penyuluhan kejiwaan dan psikiater, kerjasama dengan spesialis dan lembaga psikiater, pelatihan-pelatihan yang diberikan dalam rangka tindakan preventif untuk mencapai kesehatan mental.
Dalam Kepres No. 22 Tahun 1993 tentang penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, pasal 2 menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja yang menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja berhak mendapat jaminan kecelakaan kerja, baik pada saat masih dalam hubungan kerja maupun setelah hubungan kerja berakhir. Pasal ini memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja yang beresiko tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
Penyebab penyakit akibat kerja, antara lain:
a. Golongan fisik, seperti bising, radiasi, suhu ekstrem, tekanan udara, vibrasi, dan penerangan.
b. Golongan kimiawi, meliputi semua bahan kimia dalam bentuk serbuk, uap, gas, larutan dan kabut.
c. Golongan biologis, seperti bakteri, virus, dan jamur.
d. Golongan fisiologis/ergonomis, antara lain desain tempat kerja, dan beban kerja.
e. Golongan psikososial, meliputi stres psikis, kerja yang monoton, dan tuntutan pekerjaan.
Oleh karena itu, tindakan preventif yang berupa program kesehatan baik fisik maupun mental sangat diperlukan bagi pelaku usaha demi terciptanya tenaga kerja yang sehat dan kuat yang pada akhirnya berdampak positif untuk perusahaan.
2. Tujuan K3
Tujuan adanya keselamatan dan kesehatan kerja dari uraian di atas adalah untuk tercapainya keselamatan tenaga kerja saat sedang bekerja dan setelah bekerja.
a. Tujuan K3 dilihat dari pelaku usaha,
meliputi:
1) Meningkatkan kinerja dan omset perusahaan.
2) Mencegah terjadinya kerugian.
3) Memelihara sarana dan prasarana perusahaan.
b. Tujuan K3 dilihat dari karyawan, meliputi:
1) Meningkatkan kesejahteraan jasmani dan rohani karyawan.
2) Meningkatkan penghasilan karyawan.
3) Menjamin keberlangsungan pekerjaan.
c. Tujuan K3 dilihat dari lingkungan kerja
Dilihat dari lingkungan pekerjaan setiap organisasi yang konsisten dengan program K3 akan terwujud lingkungan yang sehat dan aman. Dalam lingkungan yang sehat dan aman tersebut akan terlihat hasil seperti di bawah ini:
1) Meningkatkan produktivitas.
2) Meningkatkan efisiensi dan kualitas kerja yang lebih berkomitmen.
3) Menurunkan biaya-biaya kesehatan dan asuransi.
4) Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih tinggi, karena meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikan karyawan.
5) Meningkatkan citra perusahaan.
d. Tujuan K3 dilihat dari bidang pekerjaan
Dampak K3 terhadap pekerjaan akan menekan angka kecelakaan kerja, disamping timbulnya jenis penyakit yang diakibatkan karena lingkungan kerja yang dapat diantisipasi sebelumnya.
Volume perkerjaan yang tinggi juga dapat dilakukan dengan mempertimbangkan jam kerja dan layanan sosio psikologis seperti kegiatan refreshing di luar lapangan atau kegiatan yang lainnya.
3. K3 Perkantoran
Standar K3 Perkantoran
Meliputi:
- keselamatan kerja,
- kesehatan kerja,
- kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan ergonomi perkantoran.
a. Persyaratan keselamatan kerja perkantoran ada beberapa poin,
diantaranya:
1) Lantai bebas dari bahan licin, cekungan, miring, dan berlubang yang menyebabkan kecelakan dan cidera pada karyawan.
2) Penyusunan dan penempatan lemari kabinet tidak mengganggu aktivitas lalu lalang pergerakan karyawan.
3) Penyusunan dan pengisian filling cabinet yang berat berada di bagian bawah.
4) Dalam pengelolaan benda tajam, sebisa mungkin bebas dari benda tajam, serta siku-siku lemari meja maupun benda lainnya yang menyebabkan karyawan cidera.
5) Dalam pengelolaan listrik dan sumber api, terbebas dari penyebab tersengat listrik (electrical shock).
b. Prosedur kerja aman di kantor, diantaranya:
Pada masa pandemi perlu dilakukan prosedur protokol kesehatan
meliputi:
mencuci tangan dengan sabun,
selalu menggunakan masker dan jaga jarak untuk menjaga keselamatan diri sendiri dan
orang lain.
Sebelum memasuki lokasi kerja biasanya dilakukan pengukuran suhu badan menggunakan thermogun.
Prosedur kerja aman dilingkungan kantor dapat terlihat dari ketentuan
berikut:
1) Dilarang berlari di kantor.
2) Permukaan lantai harus yang tidak licin atau yang menyebabkan pekerja terpleset/tergelincir.
3) Semua yang berjalan di lorong kantor dan di tangga diatur berada sebelah kiri.
4) Karyawan yang membawa tumpukan barang yang cukup tinggi atau berat harus menggunakan troli dan tidak boleh naik melalui tangga tapi menggunakan lift barang bila tersedia.
5) Tangga tidak boleh menjadi area untuk menyimpan barang, berkumpul, dan segala aktivitas yang dapat menghambat lalu lalang.
6) Bahaya jatuh dapat dicegah dengan cara cairan tumpah harus segera dibersihkan dan potongan benda yang terlepas dan pecahan kaca harus segera diambil.
7) Bahaya tersandung dapat diminimalkan dengan segera mengganti ubin rusak dan karpet usang.
8) Lemari arsip bisa menjadi penyebab utama kecelakaan dan harus digunakan dengan benar.
9) Kenakan pelindung jari untuk menghindar pemotongan kertas.
10) Menggunakan listrik dengan aman.
11) Menghindari kebiasaan yang tidak aman termasuk:
menyimpan pensil dengan ujung runcingnya ke atas;
menempatkan gunting atau pisau dengan ujung runcing kearah pengguna;
menggunakan pemotong kertas tanpa penjaga yang tepat, dan menempatkan objek kaca di meja atau tepi meja.
c. Penanganan kondisi darurat
Beberapa kondisi darurat (kewaspadaan terhadap bencana) yang bisa terjadi di perkantoran, antara lain kebakaran, gempa, bahaya biologi, huru-hara, banjir dan ancaman bom. Untuk menangani kondisi tersebut,
maka diperlukan:
1) Manajemen tanggap darurat seperti prosedur dan struktur organisasi.
2) Manajemen keselamatan kebakaran gedung seperti terdapat sistem proteksi kebakaran.
3) Prosedur atau tatacara evakuasi.
4) Mekanik dan elektrik.
5) Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).
Manajemen Tanggap Darurat
Perlu ditetapkan dalam rangka menangani kondisi darurat. Beberapa poin yang bisa dilakukan, diantaranya:
1) Identifikasi risiko kondisi darurat.
2) Penilaian analisa risiko kondisi darurat.
3) Pemetaan risiko kondisi darurat.
4) Pengendalian kondisi darurat.
5) Mengatasi dampak yang berkaitan dengan kejadian setelah bencana.
Agar proses penanganan kondisi darurat dapat dilakukan secara efektif dan aman, maka harus dibuatkan rencana tindakan wal rencana tanggap darurat yang
meliputi:
1) Merencanakan suatu titik kumpul.
2) Mengadakan simulasi kebakaran.
3) Menyiapkan sirene-sirene dan alarm tanda bahaya.
4) Menyiapkan rambu-rambu ke arah titik kumpul aman.
5) Menyiapkan prosedur apabila terjadi kondisi darurat.
d. Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung (MKKG)
Berikut penjelasan dan perincian dari sistem manajemen keselamatan kebakaran gedung. Pendukung MKKG adalah alat proteksi kebakaran (fire protection),
berupa :
1) APAR (Alat Pemadam Api Ringan);
2) APAB (Alat Pemadam Api Berat) yang menggunakan roda;
3) Sistem alarm kebakaran;
4) Hydrant halaman;
5) Sistem sprinkler otomatis; dan
6) Sistem pengendalian asap.
Persyaratan APAR yang wajib diketahui:
1) Mudah terlihat, dijangkau dan mudah diambil (tidak diikat, dikunci atau digembok)
2) Jarak 15 meter dan maks tinggi pemasangan 125 cm.
3) Jenis media dan ukuran disesuaikan dengan klasifikasi bahan api.
4) Dilakukan pemeriksaan dan masa pakai secara berkala minimal 6 bulan sekali.
sumber : Kemendikbud Republik Indonesia
Tidak ada komentar